Militer Israel mengaku menewaskan lima militan lagi di Tepi Barat yang diduduki, termasuk seorang komandan lokal, saat mereka terus maju pada hari Kamis (29/8/2024) dengan operasi militernya.
Israel menyebutkan serangan di seluruh Tepi Barat utara — yang telah menewaskan total 16 orang, hampir semuanya militan, sejak Selasa (27/8) malam — ditujukan sebagai serangan pencegahan. Namun, Palestina melihatnya sebagai perluasan perang di Jalur Gaza dan upaya mengabadikan kekuasaan militer Israel selama puluhan tahun atas wilayah tersebut.
Serangan Israel menimbulkan kekhawatiran dari PBB dan negara tetangga Yordania, serta dari para pemimpin Inggris dan Prancis, yang menekankan urgensi gencatan senjata di Jalur Gaza setelah hampir 11 bulan pertempuran antara Israel dan Hamas.
Petugas medis di Rumah Sakit al-Awda di Gaza tengah menuturkan pada hari Kamis bahwa sembilan warga Palestina dari keluarga yang sama — termasuk dua wanita dan lima anak kecil — tewas dalam serangan Israel terhadap sebuah gedung apartemen di kamp pengungsi Nuseirat. Israel belum memberikan komentar tentang target serangannya. Demikian seperti dilansir AP, Jumat (30/8).
Mulai hari Minggu (1/9), kata WHO, Israel akan menghentikan beberapa operasi militernya di Jalur Gaza untuk memungkinkan petugas kesehatan mulai memberikan vaksin polio kepada sekitar 650.000 anak Palestina. Sebuah kasus ditemukan awal bulan ini untuk pertama kalinya dalam 25 tahun.
Di Tepi Barat, kelompok militan Jihad Islam Palestina mengonfirmasi bahwa Mohammed Jaber, yang dikenal sebagai Abu Shujaa, tewas dalam sebuah penyerbuan di Kota Tulkarem. Dia sempat dilaporkan tewas pada awal tahun dalam sebuah operasi Israel, namun kemudian muncul secara mengejutkan di pemakaman militan lainnya, di mana dia diangkat ke pundak kerumunan yang bersorak-sorai.
Israel mengatakan Abu Shujaa tewas pada hari Kamis bersama dengan empat militan lainnya dalam baku tembak setelah kelima orang itu bersembunyi di dalam sebuah masjid.
Penyergapan pencarian dan penangkapan Israel berlanjut selama berjam-jam pada hari Kamis, termasuk di Kota Jenin.
Baku tembak juga meletus di Fara’a, sebuah kamp pengungsian perkotaan Palestina di kaki bukit Lembah Yordania, tempat tentara Israel mengatakan telah menyerang dan menewaskan sekelompok militan yang bepergian dengan mobil. Afiliasi militan mereka belum jelas.
Militer Israel mengaku telah menemukan tempat penyimpanan senjata, alat peledak, dan peralatan militer lainnya di dalam sebuah masjid di Fara’a dan menangkap militan lainnya di Tulkarem, tempat seorang anggota Polisi Perbatasan paramiliter Israel terluka ringan.
Operasi terbaru Israel di Tepi Barat dimulai Selasa malam di beberapa lokasi dan Hamas mengonfirmasi 10 pejuangnya tewas. Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan kematian ke-11 pada hari Rabu, tanpa mengatakan apakah dia seorang pejuang atau warga sipil.
Seruan PBB
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan penghentian segera penggerebekan. Dia meminta pemerintah Israel mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional dan mengambil tindakan untuk melindungi warga sipil.
“Perkembangan berbahaya ini memicu situasi yang sudah eksplosif di Tepi Barat yang diduduki dan semakin melemahkan Otoritas Palestina,” kata Guterres.
Jumlah keseluruhan korban tewas sebanyak 16 orang dalam waktu kurang dari dua hari menjadikannya operasi Israel paling mematikan di Tepi Barat sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke Israel yang memicu perang yang saat ini terus berlangsung.
Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan lebih dari 650 warga Palestina tewas di Tepi Barat sejak dimulainya perang di Jalur Gaza. Sebagian besar diduga adalah militan yang tewas dalam baku tembak selama operasi Israel seperti yang terjadi pekan ini.
Serangan terhadap warga Israel juga meningkat sejak dimulainya perang di Jalur Gaza.
Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur dalam Perang 1967. Palestina menginginkan ketiga wilayah itu untuk negara masa depan mereka.
Tiga juta warga Palestina di Tepi Barat hidup di bawah kekuasaan militer Israel yang tak terbatas, dengan Otoritas Palestina yang didukung Barat mengelola kota-kota. Lebih dari 500.000 warga Israel tinggal di lebih dari 100 permukiman ilegal di sana.
Penggerebekan klaim Israel difokuskan pada kamp-kamp pengungsian yang dibangun sejak perang tahun 1948 saat pembentukan Israel, di mana sekitar 700.000 warga Palestina melarikan diri atau diusir dari wilayah yang sekarang menjadi Israel.
Upaya Gencatan Senjata di Gaza Buntu
Adapun Hamas mengulangi seruannya agar warga Palestina di Tepi Barat bangkit, dengan menyebut penggerebekan itu sebagai bagian dari rencana yang lebih besar untuk memperluas perang di Jalur Gaza. Kelompok militan itu mendesak pasukan keamanan yang setia kepada Otoritas Palestina yang didukung Barat, yang bekerja sama dengan Israel, untuk bergabung dalam apa yang mereka sebut “pertempuran suci rakyat Palestina”.
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas juga mengutuk serangan Israel.
Perang di Jalur Gaza meletus ketika militan yang dipimpin Hamas menyerbu Israel selatan, yang diklaim Israel menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik sekitar 250 orang. Para militan masih menyandera 108 orang, sekitar sepertiganya diyakini telah tewas, setelah sebagian besar sisanya dibebaskan selama gencatan senjata November 2023.
Israel merespons dengan serangan yang telah menewaskan lebih dari 40.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza, yang tidak menyebutkan berapa banyak dari mereka yang merupakan militan. Sekitar 90 persen penduduk Jalur Gaza telah mengungsi, seringkali beberapa kali, dan pengeboman serta operasi darat Israel telah menyebabkan kerusakan besar.
Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir telah menghabiskan waktu berbulan-bulan mencoba memediasi gencatan senjata yang akan membebaskan para sandera yang tersisa. Namun, perundingan berulang kali menemui jalan buntu karena Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah bersumpah membasmi Hamas, sementara kelompok militan tersebut menuntut gencatan senjata yang langgeng dan penarikan penuh Israel dari Jalur Gaza.